Kamis, 29 Mei 2014

LEASING DAN IJARAH



A.   Defenisi dan istilah leasing
a.     Defenisi
Defenisi leasing atau sewa guna usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati bersama. Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jaln sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau 6 bulan sekali pada pihak lessor.
Leasing (sewa guna usaha) merupakan kegiatan pembiayaan khusus untuk pengadaan barang modal yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan dengan pengaturan pembayaran secara berkala. Transaksi leasing juga memberikan hak pilih kepada perusahaan pemakai jasa leasing, untuk membeli barang modal yang menjadi obyek leasing pada akhir periode kontrak memprpanjang waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama.
Pengembangan industri leasing dimaksudkan selain untuk menambah pilihan pembiayaan usaha juga ditujukan untuk mendorong investasi dan industrialisasi yang dilakukan oleh sektor swasta. Selain itu, industri leasing juga diarahkan untuk menarik pemasukan modal dari luar negri dan pengembangan produksi komoditi ekspor nonmigas, melalui pemanfaatan dana dan pinjaman luar negeri untuk pembiayaan investasi nasional.[1]
b.     Istilah
Ada beberapa istilah yang bisa dikenal dalam leasing (sewa guna usaha):
·         Lease: suatu kontrak sewa atas penggunaan harta untuk suatu periode tertentu dengan sewa tertentu.
·         Lessee: pemakai aktiva yang akan di lease. Perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari pihak perusahaan leasing. Pada akhir kontrak, lessee memiliki hak opsi atas barang tersebut. Maksudnya, pihak lessee memiliki hak untuk membeli barang yang dilease dangan harga berdasarkan nilai sisa.
·         Lessor: pemilik aktiva yang akan di lease atau perusahaan leasing yang memberikan jasa pembiayaan kepada pihak lessee dalam bentuk barang modal.
·         Supplier: perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual kepada lessee dengan pembayaran secara tunai oleh lessor.
·         Bank atau kreditur: pihak yang menyediakan dana kepada lessor maupun supplier.
·         Lease term: jangka waktu lease yang tetap dan tidak dapat dibatalkan, termasuk:
-          Periode yang mencakup hak opsi untuk memperbarui kontrak leasing.
-          Periode yang mencakup digunakannya hak pilih atau hak opsi untuk membeli aktiva yang di lease.
-          Periode dimana lessor mempunyai hak untuk memperbarui atau memperpanjang masa lease.
-          Periode dimana denda dikenakan bagi lessee atas kegagalannya untuk memperbarui lease dan jumlah denda tersebut dijamin pada permulaan lease.
-          Periode yang mencakup hak opsi pembaruan yang biasa yaitu memberikan jaminan oleh lessee atas utang lessor yang mungkin terjadi.
·         Residual Value: nilai leased asset yang diperkirakan dapat direalisasi pada akhir periode sewa.
·         Security Deposit (SD): jaminan kas yang diminta lessor dari sewa lessee untuk menjamin pembayaran sewa atau kewajiban sewa lainnya.

B.   Jenis-jenis leasing
a.     Capital lease
Pada perusahaan leasing pada jenis ini berlaku sebagai suatu lembaga keuangan. Lessee yang akan membutuhkan suatu barang modal menentukan sendiri jenis serta spesifikasi dari barang yang dibutuhkan. Lessee juga mengadakan negoisasi langsung kepada supplier mengenai harga, syarat-syarat perawatan serta hal-hal lain yang berhubungan dengan pengoperasian barang tersebut. Sementara pihak lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada supplier dan kemudian barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai imbalan atas jasa penggunaan atas barang tersebut lessee akan membayar secara berkala kepada lessor sejumlah uang yang berupa rental untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama.
Jumlah rental ini secara keseluruhan akan meliputi harga barang yang dibayar oleh lessor ditambah faktor bunga serta keuntungan pihak lessor.
b.    Operating lease
Pada jenis ini, lessor membeli barang dan kemudian menyewakan kepada lessee untuk jangka waktu tertentu. Dalam praktik lessee membayar rental yang besarnya secara keseluruhan tidak meliputi harga barang serta biaya yang telah dikeluarkan oleh lessor. Dalam menentukan besarnya pembayaran lease, lessor tidak memperhitungkan biaya-biaya tersebut karena setelah masa lease berakhir diharapkan harga barang tersebut masih cukup tinggi. Disini jelas tidak ditentukan adanya nilai sisa serta hak opsi bagi lessee.
c.      Sales type lease (lease penjualan)
Lease penjualan biasanya dilakukan oleh perusahaan industri yang menjual lease barang hasil produksinya. Dalam kontrak penjualan lease diakui dua macam pendapatan yaitu pendapatan penjualan barang dan pendapatan bunga atas jasa pembelanjaan selama jangka waktu lease.


d.    Leverage lease
Pada leasing ini dilibatkan pihak ketiga yang disebut credit provider. Lessor tidak membiayai objek leasing hingga 100% dari harga barang melainkan hanya antara 20% hingga 40%. Kemudian sisa dari harga barang tersebut akan dibiayai oleh credit provider.
e.      Cross border lease
Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lessee terletak pada dua negara yang berbeda. Barang-barang atau peralatan yang ditransaksikan dalam crosss border lease meliputi nilai jutaan dollar Amerika Serikat. Seperti pesawat terbang bermesin jet dari pabrikan Boeing dan Airbus. 
C.   Prosedur dan mekanisme dalam leasing
Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat prosedur dan mekanisme yang harus dijalankan secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
§  Lessee bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan yang dimaksudkan.
§  Setelah lessee mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada lessor disertai dokumen lengkap.
§  Lessor mengevaluasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease dengan syarat kondisi yang ditujui lessee (lama kontrak pembayaran sewa lease), setelah ini maka kontrak lease dapat ditanda tangani.
§  Pada saat yang sama, lessee dapat menanda tangani kontrak asuransi untuk peralatan yang dilease dengan perusahaan asuransi yang ditujui lessor, seperti yang tercantum dalam kontrak lease. Antara lessor dan perusahaan asuransi terjalin perjanjian kontrak utang.
§  Kontrak pembelian peralatan akan ditanda tangani lessor dengan supplier peralatan tersebut.
§  Supplier dapat mengirimkan peralatan yang dilease kelokasi lessee. Untuk mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menanda tangani perjanjian purna jual.
§  Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier.
§  Supplier menyerahkan tanda terima (yang diterima dari lessee), bukti pemilikan dan pemindahan pemilikan kepada lessor.
§  Lessor membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier.
§  Lessee membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah ditentukan dalam kontrak lease.
D.   Teknik-teknik pembiayaan leasing
Teknik-teknik pembiayaan leasing ada dua kategori, yaitu:
v  Finance lease
Dalam teknik ini, perusahaan leasing sebagai lessor adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal. Lessee biasanya memilih barang modal yang dibutuhkan dan atas nama perusahaan leasing, sebagai pemilik barang modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan serta pemeliharaan barang modal yang menjadi objek transaksi leasing. Selama masa leasing, lessee melakukan pembayaran sewa secara berkala sebesar jumlah seluruhnya ditambah dengan pembayaran nilai sisa (resedual value).
v  Operating lease
Dalam teknik ini, lessor sengaja membeli barang modal dan selanjutnya dileasekan. Dalam operating lease jumlah seluruh pembayaran berkala tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya karena perusahaan leasing mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang dileasekan atau melalui beberapa kontrak leasing lainnya.
E.   Manfaat leasing
a.       Bersifat fleksibel
Dipandang dari segi perjanjiannya, leasing lebih luwes karena leasing lebih mudah menyesuaikan keadaan keuangan lessee dibandingkan dengan perbankan. Pembayaran angsuran secara berkala akan ditetapkan berdasarkan pendapatan yang dihasilkan lessee sehingga pengaturan pembayaran angsuran secara berkala dapat disesuaikan dengan pendapatan yang dihasilkan objek yang dilease. Artinya pembayaran sewa baru dilakukan setelah barang modal yang dilease tersebut telah mulai produktif.
b.      Pembiayaan penuh
Transaksi leasing sering dilakukan tanpa uang muka dan pembiayaannya dapat diberikan sampai 100%. Hal ini akan membantu cash flow terutama bagi lessee yang baru berdiri atau beroperasi dan perusahaan yang mulai berkembang.
c.       Sumber pembiayaan alternatif
Leasing merupakan sumber pembiayaan lain bagi perusahaan tanpa mengganggu fasilitas kredit yang telah dimiliki. Dari segi jaminan leasing tidak terlalu menuntut adanya jaminan tambahan yang lebih banyak dibandingkan apabila lessee memperoleh pinjaman dari pihak lainnya. Karena hak kepemilikan sah atas objek lease serta pengaturan pembayaran lease sesuai dengan pendapatan yang dihasilkan oleh objek lease sehingga merupakan jaminan bagi leasing itu sendiri. Dengan demikian harta yang telah dijaminkan untuk kredit tetap dapat menjamin kredit yang sudah ada.
d.      Cepat dalam pelayanan
Artinya secara prosedur leasing lebih sederhana dan relatif lebih cepat dalam realisasi pembiayaan bila dibandingkan dengan kredit investasi bank, jadi tanpa prosedur yang rumit dan hal itu memberikan kemudahan bagi para pengusaha untuk memperoleh mesin-mesin dan peralatan yang mutakhir untuk memungkinkan dibukanya suatu bidang usaha produksi yang baru atau untuk memodernisasi perusahaan.
e.       Pembayaran angsuran lease diperlukan sebagai biaya operasional
Artinya pembayaran lease langsung dihitung sebagai biaya dalam penentuan laba rugi perusahaan, jadi pembayarannya dihitung dari pendapatan sebelum pajak, bukan dari laba yang terkena pajak.
f.       Sebagai pelindung terhadap inflasi
Leasing dapat merupakan pelindung terhadap inflasi meskipun dalam beberapa keadaan sering dikatakan hal ini kurang relevan. Dalam tahun-tahun berikutnya setelah kontrak leasing dilakukan, khususnya apabila leasing berdasarkan tarif suku bunga tetap, maka lessee akan membayar dengan jumlah tetap atas sisa kewajibannya yang berasal dari pelunasan pembelian yang dilakukan dimasa lalu.
g.      Adanya hak opsi bagi lessee pada akhir masa leasing
h.      Adanya kepastian hukum
Artinya suatu perjanjian leasing tidak dapat dibatalkan dalam keadaan keuangan umum yang sangat sulit, sehingga dalam keadaan keuangan atau moneter yang sesulit apapun perjanjian leasing tetap berlaku.
i.        Terkadang leasing merupakan satu-satunya cara untuk mendapatkan aktiva bagi suatu perusahaan
1.     Leasing islam
A.   Konsep leasing islam
Konsep leasing islam di Indonesia hingga sekarang belum ada landasan hukum yang mengatur. Akam tetapi, konsep leasing islam bukannya tidak mungkin dapat dikembangkan, mengingat berbagai produk yang keluar dari sistem ekonomi islam pada dasarnya mengacu pada berbagai akad yang dibenarkan secara islam dan juga memiliki landasan islam Al-Qur’an dan Hadist. adapun akad yang dapat digunakan sebagai pengembangan konsep leasing islam adalah:
·         Akad-akad bagi hasil, seperti mudarabah yang berupa perjanjian antara pihak pemilik modal untuk membiayai sepenuhnya suatu proyek ataupun usaha dengan adanya pembagian keuntungan yang disepakati secara bersama.
·         Akad murabahah, yaitu perjanjian jual beli berang antara pemilik barang dengan calon pembeli. Konsep leasing bisa masuk ke akad ini dengan adanya pembelian barang dan lalu menjualnya kepada calon pembeli dengan adanya tambahan keuntungan berdasarkan persetujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
·         Salam, yaitu transaksi jual beli barang pesanan (muslam fih) antara pembeli (muslam) dengan penjual (muslam alaih). Dalam transaksi ini barang belum tersedia sehingga barang yang menjadi objek transaksi tersebut diserahkan secara tangguh. Lessee dapat bertindak sebagai muslam dan kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang (muslam fih), maka hal ini disebut dengan salam parallel.
·         Rahn, yaitu transaksi penyerahan barang dari nasabah kepada leasing sebagai jaminan sebagian atau seluruh utang. Dalam bahasa yang umum tujuan dari akad rahn ini adalah untuk memberikan kembali jaminan pembayaran kepada leasing dalam memberikan pembayaran.
Dari berbagai akad tersebut terlihat bahwa konsep pembiayaan dengan basis bagi hasil merupakan konsep yang bisa diterapkan dalam leasing. Dengan konsep bagi hasil, maka leasing dalam hal ini melalui supplier dapat memberikan dana ataupun modal dalam suatu barang tertentu. Selain itu, supplier dalam leasing ini juga berfungsi sebagai mitra dan konsep ini akan mendorong kedua belah pihak yang terikat dalam perjanjian leasing islam untuk menyukseskan usaha yang dijalankan masing-masing.[2]
B.    leasing dalam islam
leasing dalam islam disebut juga ijarah karena ijarah adalah akad yang mengatur pemanfaatan hak guna tanpa terjadi pemindahan kepemilikan oleh karena itu orang menyamakan ijrah ini dengan leasing. Hal ini terjadi karena kedua istilah tersebut sama-sama mengacu pada hal ikhwal sewa menyewa. Menyamakan ijarah dengan leasing tidak sepenuhnya salah, tapi tidak sepenuhnya benar pula. Karena pada dasarnya, walaupun terdapat kesamaan antara ijarah dan leasing, tapi ada beberapa karakteristik yang membedakannya. Pada bagian ini , perbedaan dan persamaan antara keduanya yaitu 


NO
Ijarah
Leasing
1
Objek: manfaat barang dan jasa
Objek: manfaat barang saja
2
Metode pembayaran
a.       bergantung pada kinerja
b.      tidak bergaantung pada kinerja
Metode pembayaran:
a.       tidak bergantung pada kinerja

3
Pengalihan hak:
a.       ijarah: tidak ada pengalihan hak
b.      IMBT: berjanji untuk menjual hibah pada awal periode
Pengalihan hak:
a.       Sewa operasi: tidak ada pengalihan hak
b.      Financial lease: opsi untuk membeli atau tidak membeli pada akhir periode
4
Sewa beli:
Bentuk leasing seperti ini haram kerena akadnya gharar, (yakni antara sewa dan beli)
Lease-purchase / sewa beli OK

5
Sale and lease back OK
Sale and lease back OK

Sedikitnya ada lima aspek yang dapat kita cermati, yakni objeknya, metode pembayarannya, perpindahan kepemilikannya, lease purchase, dan sale and lease back.
1.      Objek
Bila dilihat dari segi objek yang disewakan, leasing hanya berlaku untuk sewa menyewa barang saja. Jadi yang disewakan dalam leasing terbatas pada manfaat barang saja. Bila kita ingin mendapatkan manfaat tenaga kerja, kita tidak dapat menggunakan leasing.
Dilain pihak, dalam ijarah objek yang disewakan bias berupa barang maupun jasa / tenaga kerja. Ijarah bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat tenaga kerja atau jasa disebut upah mengupah. Jadi yang disewakan dalam ijarah adalah manfaat barang maupun manfaat tenaga kerja. Dengan demikian, bila dilihat dari segi objeknya, ijarah memiliki cakupan yang lebih luas dari pada leasing.
2.      Metode pembayaran
Bila dilihat dari segi metode pembayarannya, leasing hanya memiliki satu metode pembayaran saja, yakni yang bersifat not contingent to performance. Artinya pembayaran sewa pada leasing tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa.
Dilain pihak, dari segi metode pembayarannya ijarah dapat dibedakan menjadi dua yaitu ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa (contingent to performance) dan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa (contingent to performance). Ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa disebut ijarah, gaji atau sewa. Sedangkan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa disebut ju’alah atau success fee.
3.      Perpindahan kepemilikan (transfer of title)
Dari aspek perpindahan kepemilikan, dalam leasing kita kenal ada dua jenis: operating lease dan financial lease. Dalam operating lease, tidak terjadi pemindahan kepemilikan asset, baik diawal maupun diakhir periode sewa.
Dalam financial lease, diakhir periode sewa sipenyewa diberikan pilihan untuk membeli atau tidak membeli barang yang disewa tersebut. Jadi transfer of title masih berupa pilihan, dan dilakukan diakhir periode. Namun dalm praktiknya (di Indonesia), dalam financial lease sudah tidak ada opsi lagi untuk membeli atau tidak membeli, karena pilihan untuk membeli itu sudah dikunci diawal periode. Dalam perbankan syariah dikenal dengan ijarah muntahiya bittamlik/ IMBT (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan jual disepakati pada awal perjanjian. Ada dua jenis IMBT:
Ø  IMBT dengan janji menghibahkan barang di akhir periode sewa.
Ø  IMBT dengan janji menjual barang pada akhir periode sewa.
4.      Lease purchase
Variasi lainnya dari leasing adalah lease purchase (sewa beli), yakni kontrak sewa sekaligus beli. Dalam syariah, akad lease and purchase ini diharamkan karena adanya two in one (dua akad sekaligus) dan ini menyebabkan gharar dalam akad, yakni ada ketidak jelasan akad.
5.      Sale and lease back
Dalam istilah fiqh, jual beli seperti ini dinamakan bai al-‘inah. Pada bai’ al-‘inah terjadi ta’alluq yaitu dihadapkan pada dua akad yang saling dikaitkan, sehingga berlakunya akad 1 tergantung pada akad 2, karena itu transaksi ini haram. Namun bila dua akad tersebut tidak ada ta’alluq maka hal ini dibolehkan.[1]
A.   Pengertian ijarah (leasing)
Mazhab fiqh memiliki defenisi secara berbeda antara mazhab satu dengan yang lainnya. Ulama fiqh mazhab hanafi mendefinisikan ijarah adalah transaksi rehadap suatu manfaat dengan imbalan. Mazhab syafi’i mendefinisikan transakasi terhadap suatu manfaat yang di tuju, tertentu, bersifat mubah dan bisa dimnafaatkan dengan imbalan tertentu. Mazhab maliki dan hanbali mendefinisikan ijartah adalah pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan
Didalam kehidupan manusia ijarah selalu berkaitan dengan masalah mu’amalah, sehingga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk mu’amalah dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup manusia, seperti sewa menyewa kontrak atau menjual jasa seperti tenaaga ahli. Berdasarkan defenisi ijarah adalah transaksi terhadap suatu manfaat yang di tuju, tertentu bersifar mubah dan bisa dimanfaatkan dengan imblan tertentu. Salah satu system yang di pakai dalam leasing ini adlah dengan system musyaraka mutana qisah, yaitu kontrak perkongsian diantara dua pihak yang berkontrak. Kontrak tersebut berlaku apabila salah satu pihak tidak mempunyai uang yang cukup unutuk membeli barang, lalu memerulan rekan kongsi lain untuk membantunya. Kemudian adanya perjanjian bahwa sipenyewa akan membeli barang tersebut dengan cara membeli saham kepemilikan barang tersebut secara angsuran
B.   Dasar hukum Leasing
Para ulama fiqh berpendapat bahwa yang menjadi dasar dibolehkannya akad ijarah adalah
1.      Firman Allah:[2]
قَالَتْ إِحْدَىٰهُمَا يَٰٓأَبَتِ ٱسْتَـْٔجِرْهُ ۖ إِنَّ خَيْرَ مَنِ ٱسْتَـْٔجَرْتَ ٱلْقَوِىُّ ٱلْأَمِينُ                               
Artinya: “salah seorang dari dua wanita itu berkata: ya bapak ku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik ynag kamu ambil untuk bekerja(pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat di percaya.”

2.      hadist lain dengan arti: “siapa yang meyewa seseorang maka hendaklah ia beritahu upahnya.” (HR abdurrazaq dan baihaki)
C.   Macam-macam ijarah dan leasing
Menurut ahli fiqh, dilihat dari segi objeknya akad ijarah dibagi menjadi 2 macam, yaitu ijarah yang besifat manfaat dan ijarah yang bersifat pekerjaan. Ijarah yang besifat manfaat, umpamanya adalah sewa-menyewa rumah, toko, kendaraan, pakaian dan perhiaasan. Apabila manfaat itu merupakan manfaat yang dibolehkan syara’ untuk dipergunakan. Ijarah yang besifat pekerjaan adalah dengan cara mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Ijarah seperti ini boleh asal pekerjaannya jelas, dan dibenarkan oleh syara’.
Berdasarkan kedua macam ijarah tersebut akhirnya berkembang sesuai dengan kebutuhan manusia dan kemanfaatannya. Ijarah atau leasing akhirnya menjadi lembaga yang bertujuan untuk menopang kegiatan bisnis. Lembaga seperti ini berkembang terus sesuai dengan perkembangan dunia bisnis dan dengan dinamika pembangunan.[3]

D.   Skema pembiayaan ijarah
1.      Nasabah mengajukan pembiayaan ijarah ke bank syari’ah.
2.      Bank syariah membeli/menyewa barang yang diinginkan oleh nasabah sebagai objek ijarah, dari supplier/penjual/pemilik.
3.      Setelah dicapai kesepakatan antara nasabah dengan bank mengenai barang objek ijarah, tarif, periode dan biaya pemeliharaannya. Maka akad pembiayaan ijarah ditandatangani. Nasabah diwajibkan menyerahkan jaminan yang dimiliki.
4.      Bank menyerahkan objek ijarah kepada nasabah sesuai akad yang disepakati. Setelah periode berakhir, nasabah mengembalikan objek ijarah tersebut kepada bank.
5.      A. Bila bank membeli objek ijarah tersebut ( al-bai’ wal ijarah), setelah periode ijarah berakhir objek ijarah tersebut disimpan oleh bank sebagai aset yang dapat disewakan kembali.
B. Bila bank menyewa objek ijarah tersebut (al-ijarah wal ijarah, atau ijarah parallel), setelah periode ijarah berakhir objek ijarah tersebut dikembalikan oleh bank kepada supplier/penjual/pemilik.
Jenis barang atau jasa yang dapat disewakan:
1.      Barang modal: aset tetap, misalnya bangunan, gedung dll.
2.      Barang produksi: mesin, alat-alat berat dll.
3.      Barang kendaraan transportasi: darat, laut, dan udara.
4.      Jasa untuk membayar ongkos:
-          Uang sekolah/ kuliah
-          Tenaga kerja
-          Hotel
-          Angkut dan transportasi dll.


[1] Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqh Dan Keuangan, ( Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), Hlm. 130-136
[2] Q.S Al-qassash : 26
[3] Muhamad, Lembaga-Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, ( Yogyakarta: UII Press, 2000), Hlm. 84-88.

[1] Dicki Hartanto, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2012), Hlm.78-79.
[2] Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis, ( Jakarta: Kencana, 2010), Hlm. 370-371

Tidak ada komentar:

Posting Komentar