Kamis, 29 Mei 2014

MUDHARABAH



A.    Pengertian akad mudharabah

Mudharabah atau yang disebut juga qiradh merupakan termasuk salah satu bentuk akad syirkah atau perkongsian. Istilah mudharabah digunakan oleh orang irak sedangkan orang hijaz menyebutnya dengan istilah qiradh. Dengan demikian mudharabah dan qiradh adalah dua istilah untuk maksud yang sama.

Menurut bahasa, qiradh (القِرَاضُ) diambil dari kata الْقَرْضُ  yang berarti الْقَطْعُ (potongan), sebab pemilik memberikan hartanya untuk diberikan kepada pengusaha agar mengusahakan harta tersebut, dan pengusaha akan memberikan potongan dari laba yang diperoleh. Bisa juga diambil dari kata muqaradhah (الْمُقَارَضَةُ) yang berarti الْمُسَاوَاةُ (kesamaan), sebab pemilik modal dan pengusaha memiliki hak yang sama terhadap laba.

Orang irak menyebutnya dengan istilah mudharabah sebab كُلٌّ مِنَ الْعَاقِدَيْنِ يَضْرِبُ بِسَهْمِ الرِّبْحِ (setiap yang melakukan akad memiliki bagian dari laba), atau pengusaha harus mengadakan perjalanan dalam mengusahakan harta modal tersebut. Perjalanan tersebut dinamakan ضَرْبًا فِى السَّفَرِ.

Secara istilah, Mudharabah menurut ulama fiqih yaitu: “ pemilik harta (modal) menyerahkan modal kepada pengusaha untuk berdagang dengan modal tersebut, dan laba dibagi diantara keduanya berdasarkan persyaratan yang disepakati.”

Dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa modal boleh berupa barang yang tidak dapat dibayarkan, seperti rumah. Begitupula tidak boleh berupa hutang. Pemilik modal memiliki hak untuk mendapatkan laba sebab modal tersebut miliknya, sedangkan pekerja mendapatkan laba dari hasil pekerjaannya.

Menurut fatwa DSN-MUI, mudharabah adalah akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (milik, shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak kedua (‘amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dana keuntungan usaha bagi diantara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. (fatwa DSN No.07/DSN-MUI/IV/2000)

PSAK 105 mendefinisikan mudharabah sebagai akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama ( pemilik dana/ shohibul mal) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak( pengelola dana/ mudharib) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung pemilik dana. Kerugian akan ditanggung pemilik dana sepanjang kerugian itu tidak diakibatkan oleh kelalaian pengelola dana, apabila kerugian yang terjadi diakibatkan oleh kelalaian pengelola dana maka kerugian ini akan ditanggung oleh pengelola dana. PSAK 105 par 18 memberikan beberapa contoh bentuk kelalaian pengelola dana, yaitu: persyaratan yang ditentukan didalam akad tidak dipenuhi, tidak terdapat kondisi diluar kemampuan ( force majeur) yang lazim atau yang telah ditentukan dalam akad, atau merupakan hasil keputusan dari institusi yang berwenang.

Akad mudharabah merupakan suatu transaksi investasi yang berdasarkan kepercayaan. Kepercayaan merupakan unsur terpenting dalam akad mudharabah, yaitu kepercayaan dari pemilik dana kepada pengelola dana. Oleh karena kepercayaan merupakan unsur terpenting, maka mudharabah dalam istilah bahasa inggris disebut trust financing. Pemilik dana yang merupakan investor disebut beneficial ownership atau sleeping partner, dan pengelola dana disebut managing trustee atau labour partner.



A.    Landasan hukum
1.      Al-Qur’an
فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًۭا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya:
“Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”(QS. Al-jumu’ah:10)
فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضًۭا فَلْيُؤَدِّ ٱلَّذِى ٱؤْتُمِنَ أَمَٰنَتَهُۥ وَلْيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥ
Artinya:
“.... jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya” (QS. Al-baqarah:283)
2.      As-Sunnah
ثَلَاثٌ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ : أَلْبَيْعُ اِلَى أَجَلٍ وَالْمُقَارَضَةُ وَخَلْطُ الْبُرِّ بِالشَّعِيْرِلِلبَيْتِ لاَ لِلْبَيْعِ ( رواه ابن ماجه عن صهيب )
Artinya:
“ tiga perkara yang mengandung berkah adalah jual beli yang ditangguhkan, melakukan qiradh ( memberi modal kepada orang lain ), dan yang mencampurkan gandum dengan jelas untuk keluarga, bukan untuk diperjualbelikan.”( HR. Ibn majah dari shuhaib)
3.      Ijma’
Menurut ijma’ ulama, mudharabah hukumnya jaiz(boleh). Hal ini dapat diambil dari kisah rasulullah yang pernah melakukan mudharabah dengan siti khadijah. Siti khadijah bertindak sebagai pemilik dana dan rasulullah sebagai pengelola dana. Lalu rasulullah membawa barang dagangannya kenegeri syam. Dari kisah ini kita lihat akad mudharabah telah terjadi pada masa rasulullah sebelum diangkat menjadi rasul. Mudharabah telah dipraktekkan secara luas oleh orang-orang sebelum masa islam dan beberapa sahabat nabi muhammad saw. Jenis bisnis ini sangat bermanfaat dan sangat selaras dengan prinsip dasar ajaran syariah, oleh karena itu akad ini diperbolehkan secara syariah.
Diantara ijma’ dalam mudharabah adanya  juga  riwayat yang menyatakan bahwa jemaah dari sahabat menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah. Perbuatan tersebut tidak ditentang oleh sahabat lainya.
4.      Qiyas
Mudharabah diqiyaskan kepada al-musyaqah(menyuruh seseorang untuk mengelola kebun). Selain diantara manusia, ada yang miskin dan ada pula yang kaya. Disatu sisi, banyak orang kaya yang tidak dapat mengusahakan hartanya. Disisi lain, tidak sedikit orang miskin yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian, adanya mudharabah ditujukan antara lain untuk memenuhi kebutuhan kedua golongan diatas,yakni untuk kemaslahatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka.



   -Rukun dan ketentuan syariah akad mudharabah
Rukun mudharabah ada empat yaitu:
1.      Pelaku, terdiri atas pemilik dana dan pengelola dana
a.       Pelaku harus cakap hukum dan baligh
b.      Pelaku akad mudharabah dapat dilakukan sesama muslim atau dengan non muslim
c.       Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan usaha tetapi ia boleh mengawasi.
2.      Objek mudharabah, (modal dan kerja)
Objek mudharabah merupakan konsekuensi logis dengan dilakukannya akad mudharabah.
a.       Modal
1.      Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau aset lainnya ( dinilai sebesar nilai wajar), harus jelas jumlah dan jenisnya.
2.      Modal harus tunai atau tidak hutang.
3.      Modal harus diketahui dengan jelas jumlahnya sehingga dapat dibedakan dari keuntungan.
4.      Pengelola dana tidak diperkenankan untuk memudharabahkan kembali modal mudharabah, dan apabila terjadi maka dianggap pelanggaran kecuali atas seizin dana.
5.      Pengelola dana tidak diperbolehkan untuk meminjamkan modal kepada orang lain dan apabila terjadi maka dianggap terjadi pelanggaran kecuali atas seizin pemilik dana.
6.      Pengelola dana memiliki kebebasan untuk mengatur modal menurut kebijaksanaan dan pemikirannya sendiri, selama tidak dilarang secara syariah.
b.      Kerja
1.      Kontribusi pengelola dana dapat berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill, management skill, dll.
2.      Kerja adalah hak pengelola dana dan tidak boleh diintervensi oleh pemilik dana.
3.      Pengelola dana harus menjalankan usaha sesuai dengan syariah.
4.      Pengelola dana harus mematuhi semua ketetapan yang ada dalam kontrak.
5.      Dalam hal pemilik dana tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, pengelola dana sudah menerima modal dan sudah bekerja maka pengelola dana berhak mendapatkan imbalan/ ganti rugi/ upah.
3.      Ijab kabul/ serah terima
Adalah pernyataan dan ekspresi saling ridho atau rela diantara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
4.      Nisbah keuntungan
a.       Nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian keuntungan, mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang bermudharabah atas keuntungan yang diperoleh. Pengelola dana mendapatkan atas kerjanya, sedangkan pemilik dana mendapatkan imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan harus diketahui dengan jelas oleh kedua belah pihak, inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan.
b.      Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
c.       Pemilik dana tidak boleh meminta pembagian keuntungan dengan menyatakan nilai nominal tertentu karena dapat menimbulkan riba. 
Jenis akad mudharabah
Dalam PSAK, mudharabah diklasifikasikan kedalam tiga jenis yaitu:
1.      Mudharabah mutlaqah
Mudharabah mutlaqah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. Mudharabah ini disebut juga investi tidak terikat. Jenis mudharabah ini tidak ditentukan masa berlakunya, didaerah mana usaha tersebut akan dilakukan, tidak ditentukan line of trade,line of industry, atau line of service yang akan dikerjakan. Namun kebebasan ini bukan kebebasan yang tak terbatas sama sekali. Modal yang ditanamkan tetap tidak boleh digunakan untuk membiayai proyek atau investasi yang dilarang oleh islam seperti untuk spekulasi, perdagangan miras(sekalipun memperoleh izin dari pemerintah), peternakan babi, ataupun berkaitan dengan riba dan lain sebagainya.
Pengelola dana memiliki kewenangan untuk melakukan apa saja dalam pelaksanaan bisnis bagi keberhasilan tujuan mudharabah itu. Namun, apabila ternyata pengelola dana melakukan kelalaian atau kecurangan maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya. Sedangkan apabila terjadi kerugian atas usaha itu yang bukan karena kelalaian dan kecurangan pengelola dana maka kerugian itu akan ditanggung pemilik dana.
2.      Mudharabah muqayyadah
Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola antara lain mengenai dana, lokasi, cara, dan objek investasi atau sektor usaha. Misalnya, tidak mencampurkan dana yang dimiliki oleh pemilik dana dengan dana lainnya, tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan tanpa penjamin atau mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga. Mudharabah jenis ini disebut juga investasi terikat.
Apabila pengelola dana bertindak bertentangan dengan syarat-syarat yang diberikan oleh pemilik dana, maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya termasuk konsekuensi keuangan.
3.      Mudharabah musytarakah
Mudharabah musytarakah adalah mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama atau investasi. Diawal kerjasama, akad yang disepakati adalah akad mudharabah dengan modal 100% dari pemilik dana, setelah berjalannya operasi usaha dengan pertimbangan tertentu dan kesepakatan dengan pemilik dana, pengelola dana ikut menanamkan modalnya dalam usaha tersebut. Jenis mudharabah seperti ini disebut mudharabah musytarakah yang merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyarakah.

 
Perkara yang membatalkan mudharabah
1.      Pembatalan, larangan berusaha, dan pemecatan.
2.      Salah seorang aqid meninggal dunia
3.      Salah seorang aqid gila
4.      Pemilik modal murtad
5.      Modal rusak ditangan pengusaha
6.      Salah satu pihak memutuskan mengundurkan diri.

 Prinsip pembagian hasil usaha
pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba. Jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset). Sedangkan jika berdasarkan prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba neto (net profit) yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah.

Contoh:
Data:
Penjualan                                                                                                         Rp 1.000.000
HPP                                                                                                                 (Rp    650.000)
Laba kotor                                                                                                         Rp   350.000
Biaya-biaya                                                                                                     (Rp   250.000)
Laba (rugi) bersih                                                                                              Rp   100.000

1.      Berdasarkan prinsip bagi laba (profit sharing), maka nisbah pemilik dana : pengelola dana = 30:70
Pemilik dana                                                  : 30% x Rp 100.000 = Rp 30.000
Pengelola dana                                               : 70% x Rp 100.000 = Rp 70.000
Dasar pembagian hasil usaha adalah laba neto/laba bersih yaitu laba kotor dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan modal mudharabah.
2.      Berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto/laba kotor bukan pendapatan usaha dengan nisbah pemilik dana : pengelola dana = 10:90
Bank syariah                                                  : 10% x Rp 350.000 = Rp 35.000
Pengelola                                                       : 90% x Rp 350.000 = Rp 315.000







Tidak ada komentar:

Posting Komentar